Selasa, 06 Desember 2011

“SATUAN KREDIT SEMESTER (SKS)” DAN “DROPP OUT (DO)” MEMATIKAN IDEALISME MAHASISWA


“SATUAN KREDIT SEMESTER (SKS)” DAN “DROPP OUT (DO)” MEMATIKAN IDEALISME MAHASISWA
Mahasiswa sering dikategorikan sebagai orang nomor dua dari sang pencipta. oleh sebab  itu, kata idealis sering digunakan oleh rakyat sebagai suatu nama bagi mahasiswa.  sebutan ini muncul Ketika Mahasiswa bertindak  dan semua penguasa didunia menakutinya. Contohnya, gerakan mahasiswa di indonesia menjatuhkan presiden diktator soeharto, 1998 dan melahirkan reformasi. Keidealisan ini, membuat Pergerakan mahasiswa timbul dan menentang semua kebijakan pemerintah yang tidak merakyat. Mahasiswa yang idealis, menganut, menghormati dan menjalankan nilai kebenaran, nilai kejujuran, nilai keadilan dan norma agama, norma adat, norma kesusilaan yang berlaku di rakyat. Dan penerapan pendidikan yang baik dan berkualitas dalam perkuliahannya mendukung sorang mahasiswa berideologi dan berpengetahuan baik dengan befikir secara rasional.
Dalam memperjuangkan keinginan rakyat mahasiswa harus mendasarkan pada nilai dan norma rakyat dan berpengetahuan baik. Pendidikannya harus berkualitas dan menghargai seluruh nilai dan norma rakyat. sebab Pendidikan yang berkualitas melahirkan mahasiswa yang idealis. Dalam pendidikan yang baik tentunya mengajarkan berbagai pengetahuan yang erat kaitannya dengan nilai dan norma rakyat dan dalam pengajarannya akan mengaitkan realita dilingkungan masyarakat baik yang bertentangan maupun sesuai dengan nilai dan normanya, sehingga mahasiswa membedakan persoalan/ kebijakan yang bertentangan dengan nilai dan norma rakyat maupun yang tidak betentangan dengan nilai dan norma rakyat.
Pendidikan juga menjadi dasar dalam pengembangan nilai dan norma rakyat, yang dipertahankannya dari generasi-kegenerasi dan pendidikanlah menjadi jalan untuk menyuarakan adanya nilai dan norma rakyat terhadap pemerintah untuk diperhatikannya. Namun, kenyataannya pendidikan justru menghilangkan nilai norma rakyat dan keidealisan seorang mahasiswa mulai terbungkam. Hilangnya nilai dan norma rakyat dan matinya keidealisan mahasiswa bukan dari pengertian pendidikan melainkan penerapan pendidikannya. penerapan pendidikan yang salah mematikan keidealisan mahasiswa untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Hal ini menimbulkan mahasiswa menjadi pelaku pembunuh nilai dan norma masyarakat.
Dalam pembelajaran seorang mahasiswa kadang menerima pelajaran tanpa memahami dan membedakan yang baik dan yang tidak, menganggap dosen adalah segalanya, takut mengungkapkan kebenaran. Kebiasaan tersebut membuat seluruh nilai dan norma rakyat menjadi kabur. Dalam mengembangkan nilai dan norma, tentunya dengan tindakan kaum kaki-tangan kapitalis ini akan menutupi kebenaran nilai dan norma rakyat melalui berbagai system. System tersebut adalah “Satuan Kredit Semester (SKS) dan System Drop Out (DO)”. Dengan berlakunya Satuan Kredit Semester (SKS) dan Drop Out (DO) membuat semua mahasiwa bermotivasi untuk mengejar nilai (hasil ujian) dan takut dikeluarkan dari perkuliahannya. sehingga Secara sistematis menggiring kebenaran nilai dan norma rakyat itu kejalan yang tidak diingikan rakyat terlebih mahasiswa. Juga, menjadi peluang bagi para kaki tangan capitalis ini beraksi kepada mahasiswa dengan berbagai penekanan seperti “bila kamu bandel nilaimu akan saya kurangi”, “jangan macam-macam, sebab yang berhak memberikan kamu nilai adalah saya bukan rakyat”, “jangan melawan, nilaimu akan saya kurangi” hingga timbul berribu macam penekanan.
Selain itu, Menyadari bahwa mahasiswa juga manusia, yang memiliki kelemahan dan kelebihan tetapi harapan rakyat ada dipundak mahasiswa untuk mempertahankan nilai dan norma rakyat. Status kita sekarang mahasiswa yang adalah bagian dari rakyat. Yang patut pertanyakan adalah apakah mahasiswa mau pertahankan nilai dan norma rakyat? Ketika jawaban kita “ya” tentunya kaum kapitalis ini mengatakan “untuk apa kuliah” kan tanpa kuliah bisa mengetahui/mempelajarinya nilai dan norma di lingkungan masyarakat dan bisa dipertahankannya disana (di rakyat)! tetapi ketika jawaban kita “tidak” apakah mahasiswa bukan bagian dari rakyat? Selain itu, dugaan rakyatpun akan muncul ketika yang dipelajarinya bertentangan nilai dan norma rakyat. dan dugaan rakyat tersebut dapat dibenarkannya sebab: akibat dari system SKS dan DO dan mahasiswa telah terkontaminasi dengan ajaran-ajaran kapitalis. Dengan demikian mahasiswa dalam kesehariannya mangalami penekanan psikologis akibat tuntutan masayarat dan tekanan kaum kapitalis.
Mahasiswa menyadari akan identitas mahaisiswa dalam dirinya yang adalah hasil dari masyarakat dan dari perkuliahan. dan lebih dulu memahami penerapan pendidikan di masyarakat dan bentuk pendidikan dalam perkuliahan. Karena mahasiswa lebih berfikir pada pemikian rasional sehingga dapat memila-milah nilai dan norma yang baik dan yang tidak baik dari materi/bahan/ pelajaran yang telah diterima dari lingkungan masyarakat maupun dari perkuliahan, dengan memfilter (penyaringan). Bila bertentangan dengan nilai dan norma rakyat maka mahasiswa harus mengatakan kebenaran nilai dan norma ditengah perkuliahannya, peran mahasiswa juga menerapkan nilai dan norma untuk mempertahankannya ditengah perkuliahannya. Hal ini, bukan untuk menginterfensi penerapan system pendidikan tetapi lebih pada bagaimana hidup dalam pola social yang tidak merugikan semua pihak baik kuliah maupun rakyat. Karena penerapan pendidikannya lebih pada penilaian afektif, kognitif dan psikomotor yang tidak jauh beda dengan nilai dan norma rakyat. Dengan demikan posisi mahasiswa berada pada posisi yang independen dan kritis terhadap realitas yang terjadi baik pada nilai dan norma rakyat maupun penerapan pendidikan dalam perkuliahan. (mabipai)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar