Rabu, 25 Januari 2012

SEBUAH AMPLOP dan SEKOTAK NASI: HANYA UNTUK DOSEN PENGUJI

SEBUAH AMPLOP dan SEKOTAK NASI: HANYA UNTUK DOSEN PENGUJI
Salah Satu tujuan seorang mahasiswa dalam perkuliahan adalah mendapatkan ijasa sarjana. Tidak hanya itu, seorang mahasiswa mempunyai tanggung jawab yang sangat berat yakni pengabdian terhadap masyarakat. untuk memikul beban yang akan ditanggung itu, mahasiswa semestinya mempersiapkan dirinya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana persiapan seorang mahasiswa untuk memikul beban berat itu? Realita yang terjadi di akhir-akhir ini, pendoublelan paraf terus gencar dilakukan di setiap mata kuliah yang dosen pengasuhnya memiliki tingkat kesibukan tinggi alias dosen proyek.
Mamang dapat dimaklumi, pendapatan upah/gaji seorang dosen sangat terbatas. Juga tidak memenuhi biaya hidup seorang dosen, Apalagi bagi dosen yang jumlah keluarganya lebih dari standar menurut aturan pemerintah, ongkos transportasi saja mumpung tidak terpenuhi. Sehingga apa salahnya bila seorang dosen mencari proyek untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Oleh karenanya, di Universitas Cenderawasih di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ini, ada proyek yang dengan sengaja melegalkannya. Contohnya PJJ. PPKHB. Dimana mahasiswanya adalah mahasiswa ber-NIP. Mahasiswa ber-NIP berarti mahasiswa yang berpengalaman dalam karirnya dan tujuan utamanya adalah mendapatkan ijaza sarjana. Untuk melegitimasi menjadi seorang sarjana, semua guru tua yang telah menamatkan diri pada jejang pendidikannya Diploma III (D III) maupun tamatan SPG berbondong-bondong mendaftarkan diri pada PJJ. PPKHB guna mendapatkan ijasa demi kepentingan pada tuntutan dari tujuan dinas pendidikan yang katanya “standar seorang pendidik” juga berbagai kebijakan lainnya yang mengatur tentang sertifikasi guru dan lain sebagainya.
Pada proyek legal tersebut, guru-guru tua ini mengakuinya bahwa sekian dana telah dikelurkan di PJJ.PPKHB bahkan sampai pada penyelesaian tugas akhir (skripsi) pun membawa sebuah amplop dan sekotak nasi yang diantarkannya langsung pada kediamannya, untuk memancing dosen agar dengan senang hati menguji, bahkan mengoreksi tugas akhir yang sementara dilakukannya.
Pengakuan tersebut jelas diungkapkan oleh sekelompok mahasiswa tua ini . Namun yang menjadi pertanyaan kenapa sekian dana itu digunakan untuk membayar pada pihak yang berwenang? Agar siswanya tidak terlantar akibat guru-nya kuliah,. Atau kenapa tidak menjual selembar kertas (ijasa) itu di pasar agar orang yang membutuhkan dapat membelinya.
Sebab dalam diri setiap mahasiswa ber-NIP ada beban. demi pemenuhan kebutuhan seorang guru, semua tugas dan tanggung jawab disekolah menjadi korban. Tolonglah jangan menguras guru-guruku. Guru-Guru-ku sangat berjasa, Guru-guru-ku telah berkelurga, Kesejaterahan mereka sama nasibnya dengan kalian (dosen). Lagi pula ada beban berat dalam perkuliahan mereka ini, murid-muridnya sedang terlantar di sekolah, Pembelajaran disekolah kian tidak efektif, Siswa menjadi kehilangan Ayah dan Ibunya di sekolah. Generasi di atas tanah ini ada pada guru dan dosen, Tolong selamatkan generasi ini. (Ukki)